Dulu, saya masih mengingat betapa ceria dan bahagianya saya meski jika saya lihat kembali bekas-bekas masa saya dulu saya merasa jijik dan malu. Begitulah masanya pikirku, masa bagi yang muda bersenang-senang tanpa sadar batas. Tidak terkecuali saya.
Saat itulah saya merasa telah membuat satu belokan berarti terhadap hidup saya. Tepatnya sejak saya akan keluar dari pesantren. Lompatan yang menjadikan saya sangat merasakan bahwa memang kiamat sudah dekat sekali. Entah mengapa saat menjelang lulus saya tengah menggandrungi sesuatu yang dulunya saya anggap nista. Mulai merokok, keluar malam dengan cewek, hobi nonton film blue, sampai menirunya.
Selain kesenangan melakukan hal yang terakhir, dengan itupula saya seringkali tidak memandang rendah orang lain, karena bagi saya yang paling rendah adalah saya karena tidak dibolo ilmu. Ini hal yang saya tau seharusnya tidak saya lakukan tetapi tetap saya lakukan. Bukan saya membanggakan dosa yang telah saya perbuat atau membenarkan yang salah. Inilah bentuk penyesalan saya atau bisa saja disebut tebusan supaya yang seperti ini cuma saya
Lagipula dengan kelakuan itu juga saya sadar bahwa menjadi pandai bukanlah anugerah yang mudah. Saya lebih suka menyebut cobaannya orang pandai. Selebihnya saya yakin kalau saya sangat tidak pantas menjadi pandai. Bagaimana tidak, wong jaga diri sendiri saja tidak bisa, apalagi untuk mengajarkan kepada orang lain. Jangan jauh-jauh mengajarkan, menginsafkan diri saya sendiri saya lo ndak berani, saya benar-benar takut jika ingkar. Meski saya tau sebesar-besarnya dosa manusia, ampunan Gusti Allah jauh lebih besar, tapi saya sungkan, apa yang dilarang Gusti Allah saya lakukan dengan sengaja, masak saya minta Gusti Allah memaafkan saya. Saya hanya berani bilang kulo mbeling Gusti..
0 komentar:
Post a Comment